Penguasaan IPTEK bagi generasi muda dinilai sangat penting . Hal tersebut dikarenakan Migrasi atau berpindahnya para ilmuwan dan insinyur terbaik yang dimiliki Indonesia ke negara lain setelah sebelumnya disekolahkan dandiinvestasikan oleh negara dalam program-program pengembangan teknologi.Sehingga sebagai generasi selanjutnya kita diharuskan untuk menguasai IPTEK untuk menyelesaikan masalah – masalah pengembangan teknologi di Indonesia. Ada sebuah fakta mengenai migrasinya para ilmuwan dan insinyur terbaik Indonesia.
1) Tahun 2002, juara dunia sepak bola, Perancis, ditaklukkan oleh Senegal dalam perebutan Piala Dunia. Sebelas pemain sepak bola terbaik yangdimiliki Senegal sebelumnya telah dikecam oleh pencinta sepak bola dandianggap tidak nasionalis. Mereka bermigrasi ke klub-klub sepak bola kelas dunia di Eropa untuk berkompetisi. Fenomena migrasi 11 pemainsepak bola ini mirip dengan peristiwa migrasi ilmuwan Indonesia kenegara lain, sebagaimana juga dialami Jerman, Brasil, Amerika Serikat,Perancis, dan Malaysia. Di Amerika seorang doktor biologi asal Aceh mengabdikan iptek dalam riset bioengineering di Universitas Washington. Beberapa engineer ahliperangkat lunak sedang menapak karier menjadi top level scientist di Microsoft Seattle. Seorang doktor ahli roket lulusan ITB menjadi topscientist di Laboratorium Martin Thiokol, industri pengembang roketluar angkasa penggendong pesawat ulang alik Discoveries, di Utah.Sedangkan program pengembangan pesawat jumbo jet Airbus A380, dan pesawat Regional Jet di Embraer Brazilia berhasil diterbangkan keudara dengan kontribusi analisis engineering dan ratusan gambar teknikyang dibuat oleh 70 ilmuwan terampil, alumni Industri Dirgantara Indonesia.
2) Kini tiap tahun ada 6.000 ilmuwan dan tenaga terampil Jerman mencari lokasi kerja yang mampu menyediakan persoalan berat serta imbalan yang menarik dan menantang kreasi daya cipta mereka. Majalah The Scientist melaporkan satu dari tiap tujuh doktor meninggalkan Jerman menuju Amerika. Di antaranya tiga pemenang hadiah Nobel asal Jerman bekerja di pusat penelitian Amerika. Gerd Kemperman, ahli biologi molekuler Jerman, menyatakan tata cara kerja dan peralatan laboratorium di Amerika lebih memberikan kebebasan dan kemungkinan besar bagi dirinya untuk menemukan formula molekuler baru. Sayonara Jerman, katanya.
3) Di Indonesia, pemerintah kini sibuk dengan sikap antiproteksi dan subsidi. Semua insentif dianggap barang haram dan tanda kemanjaan.
Pemerintah hanya memfokuskan diri pada pengurangan anggaran belanja, yang dipandang dan dikategorikan sebagai "subsidi". Akibatnya kehilangan jangkauan pentingnya iptek untuk kemandirian masa depan bangsa dan kurang sungguh-sungguh menciptakan program yang memberikan kepercayaan kepada kemampuan ilmuwan bangsa sendiri.
Pemerintah hanya memfokuskan diri pada pengurangan anggaran belanja, yang dipandang dan dikategorikan sebagai "subsidi". Akibatnya kehilangan jangkauan pentingnya iptek untuk kemandirian masa depan bangsa dan kurang sungguh-sungguh menciptakan program yang memberikan kepercayaan kepada kemampuan ilmuwan bangsa sendiri.
4) Sementara di negara lain, ilmuwan Indonesia menemukan surga penelitian. Di Malaysia mereka dipayungi oleh Visi 2020 dan alokasi dana riset. Di Amerika, Jerman, Brasil, dan Malaysia, mereka ikut menikmati pelbagai jenis subsidi tidak langsung dalam program RisetPengembangan Produk Baru. Di banyak negara, seperti Turki, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Taiwan, terdapat lokasi seperti "silicon valley Amerika" sebagai pusat inkubasi iptek tempat tumbuh berkembangnya embrio penelitian ke dalam dunia bisnis dankomersialisasi, yang bukan tidak mungkin ada ilmuwan Indonesia-nya. Di pusat inkubasi iptek seperti science center itu pemerintah negara tersebut memberi insentif dan kemudahan fasilitas bagi para ilmuwan pencipta karya teknologi untuk berinteraksi dengan sektor riil dan dunia bisnis. Berjuang sendiri
5) Di Indonesia, konsep taman iptek (technology and science park) sebagai pusat inkubator teknologi pernah dilahirkan oleh Sumitro Djojohadikusumo dan dibangun infrastruktur ipteknya oleh BJ Habibie dan dikenal dengan nama Puspiptek Serpong. Kini lokasi tersebut rimbun dengan alang-alang, dan para ilmuwan yang bekerja di sana berjuang sendiri mencari anggaran biaya riset dan kerja sama dengan sektor riil untuk menemukan dan menciptakan karya teknologi terbaiknya. Karena itu, sudah saatnya VISI 2020 dan Grandstrategy IPTEK 2010 dirumuskan kembali. Dengan visi dan grandstrategy iptek yang jelas dan terarah, persoalan bangsa seperti mahalnya biaya energi untuk industri, pengembangan industri petrokimia, eksplorasi minyak di Blok Cepu dan Pulau Natuna, modernisasi mesin tekstil, program benih unggul dalam revitalisasi pertanian, dan modernisasi sistem persenjataan dapat digunakan sebagai wahana yang menantang kreativitas dan kegeniusan para ilmuwan Indonesia. Melalui program kerja yang sistematis dan terencana, ilmuwan dapat ditempatkan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi bangsa berbasis iptek dan dapat didayagunakan untuk peningkatan daya saingIndonesia menuju Supremasi Industri Indonesia. Baik itu industri berbasis sumber daya alam maupun industri yang berdasarkan kadar kecanggihan kandungan ipteknya. Jika VISI 2020 tidak lahir, bukan tidak mungkin, Oscar, genius muda dari Papua, sang juara dunia Olimpiade Fisika, akan berkata: "Sayonara iptek Indonesia...." Dari makalah di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa betapa pentingnya penguasaan IPTEK bagi generasi muda untuk membangun Indonesia .
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !